Postsnavigation. 1 2 8 Next Page →. Search for:
ATURAN MAIN Bandung Contemporary Art Awards 2017 DAFTAR ISI Pemenang & Penghargaan - 2 Persyaratan Peserta - 3 Tema - 4 Prosedur Pendaftaran - 5 Persyaratan Kekaryaan - 6 Tahapan Penjurian - 7 Tanggal Penting - 8 Penjualan & Lelang Karya - 9 Kontak Panitia BaCAA 5 Lawangwangi Creative Space Jl. Dago Giri 99 Mekarwangi Bandung, 40391 – Indonesia +62 22 250 4065 +62 859 5657 2344 [email protected] Pemenang & Penghargaan Tiga 3 seniman dengan seniman terbaik, mendapatkan 1. Satu seniman terbaik akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp. 2. Satu seniman terbaik akan mendapatkan satu 1 kesempatan program residensi ke luar negeri selama 3 tiga bulan di tahun 2018. Hadiah program residensi seniman ini mencakup biaya • tiket pesawat pulang-pergi dan penginapan, • biaya hidup, • biaya material produksi kekaryaan dalam jumlah yang masuk akal, dan • biaya untuk pameran tunggal sebagai hasil akhir program residensi. 3. Satu seniman terbaik lainnya mendapatkan kesempatan Art Trip di tahun 2018. Hadiah program Art Trip mencakup • biaya tiket pesawat pulang-pergi, • akomodasi 1 minggu, • uang saku sebesar 1000 USD. Persyaratan Peserta 1. Seniman muda Indonesia baik individual maupun kelompok yang aktif berkarya sebagai perupa. 2. Mempunyai pengalaman berpameran baik itu kelompok/tunggal dalam tiga 3 tahun terakhir. 3. Usia maksimal seniman 40 tahun per Desember 2017. 4. Memenuhi persyaratan aplikasi pendaftaran berupa • isian formulir yang disediakan, • lampiran Foto/Video karya seni yang diikutsertakan, • konsep karya, • foto diri, profil singkat dan CV seniman. 5. Menyetujui tahapan dan aturan main penganugerahan seni BaCAA5 yang berlaku. Tema BaCAA 5 tidak menetapkan tema khusus untuk karya-karya yang disertakan. Target kekaryaan yang terpilih adalah karya yang mempunyai ide, konsep/deskripsi, produksi teknis karya yang baik dan berkaitan sangat kuat antara konsep dan hasil akhir kekaryaannya. Prosedur Pendaftaran Batas Registrasi & Submisi Karya 12 Agustus 2017, 2359. Mohon diingat bahwa proses konfirmasi pembayaran membutuhkan waktu hingga 5 hari. Disarankan peserta mendaftar dan melakukan pembayaran seminggu sebelum penutupan. 1. Setelah melakukan pendaftaran, peserta membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. atau Rp. seniman. 2. Setelah melakukan pembayaran via transfer rekening bank, peserta wajib mengunggah bukti transfer secepatnya pada situs untuk diaktifkan akunnya setelah dikonfirmasi oleh panitia. Verifikasi dapat memakan waktu hingga 5 hari. 3. Setelah akun aktif, peserta wajib mengunggah • lampiran Foto/Video karya seni, • konsep karya, • foto diri, profil singkat dan CV seniman. 4. Peserta dapat mengubah lampiran persyaratan sebelum 12 Agustus 2017. Persyaratan Kekaryaan 1. Karya seni minimal dibuat diantara tahun 2015 sampai dengan Februari 2017. 2. Karya-karya seni ini dimiliki oleh sang seniman atau kelompok seniman dan bersedia untuk dijual. 3. Setiap seniman atau kelompok diizinkan mengirimkan paling banyak satu 1 karya. 4. Karya 2 dimensi dimensi maksimal 6m2 contoh 2x3m; 1,2x5m; 4x1,5m. 5. Karya 3 dimensi dimensi maksimal 3m3 contoh 3x2x1m; 3x2x1,5m. 6. Karya video durasi tak melebihi 10 menit. 7. Karya instalasi seni maupun peruntukan di ruang publik ukuran maksimum tidak lebih dari 3m3 3x3x3m. 8. Setiap karya harus dikemas dalam peti yang aman untuk keselamatan pengirimannya. 9. Khusus untuk keterangan foto karya, harap diberikan keterangan foto “nama-seniman_judul-karya_tahun_medium_tinggixlebar/tinggixlebarxdalam” Contoh Nur-Hayati_Memorabilia1_Instalasi-Media-Campur_ 2014_2mx1mx20cm. 10. Apabila karya video perlu ditambahkan lampiran foto/still image dari karya video tersebut dengan keterangan karya. Contoh penamaan Asep-Jaya_Family-Portra 11. Deskripsi/gambaran singkat karya maksimal 300 kata, menjelaskan konsep, latar belakang dan teknis pembuatan karya tersebut. Tahapan Penjurian • Pemilihan Semi-Finalis. Dari seluruh karya yang diterima dari pendaftaran online, Dewan Juri akan memilih sebanyak-banyaknya tiga puluh 30 peserta untuk masuk pada tahap Semi-Finalis. 30 Semi-Finalis diwajibkan mengirimkan karya untuk tahap penjurian selanjutnya sebelum tanggal 12 September 2017 ke Panitia BaCAA 5 Lawangwangi Creative Space Jl. Dago Giri no. 99 Mekarwangi Kab. Bandung 40391 • Pemilihan Finalis. 30 karya yang telah diterima oleh panitia BaCAA 5 akan dinilai oleh Dewan Juri untuk memilih 15 orang finalis. 15 karya finalis terpilih akan dipamerkan di Lawangwangi Creative Space, Bandung, pada 5 Oktober-5 November 2017. • Pengumuman Pemenang. 3 orang finalis terbaik akan diumumkan pada pembukaan pameran pada tanggal 5 Oktober 2017, bersamaan dengan pembukaan pameran finalis BaCAA 5. Tanggal Penting • Batas Registrasi, Pembayaran dan Submisi Karya 12 Agustus 2017 • Pemilihan 30 Semi-Finalis 18-28 Agustus 2017 • Pengumuman 30 Semi-Finalis* 30 31 Agustus 2017 • Pemilihan 15 Finalis 18-20 September 2017 • Pengumuman 15 Finalis* 22 September 2017 • Malam Penghargaan/Pembukaan Pameran 5 Oktober 2017 • Pameran 5 Oktober-5 November 2017 *Semi-Finalis dan Finalis akan diumumkan melalui e-mail, social media, media partner dan website resmi BaCAA. Penjualan & Lelang Karya Ke-15 karya seni Finalis akan dijual dengan sistem lelang tertutup, dimana calon pembeli atau kolektor akan memberikan harga pada setiap karya yang ingin dibelinya sesuai harga kisaran yang telah ditentukan. Kisaran harga karya diketahui dan disepakati sebelumnya oleh finalis. Setiap finalis diberikan surat kontrak kerjasama pameran/proyek sebanyak maksimal 3 kali baik pameran/proyek tunggal maupun bersama dengan Artsociates ataupun Lawangwangi Creative Space. Kontrak ini berlaku dalam jangka waktu 5 tahun. Bagi hasil seniman dan penyelenggara sebesar 5050. Seniman mendapatkan 50% dari hasil penjualan melalui lelang, penyelenggara mendapatkan 50% yang akan dimasukkan dalam dana sumbangan endowment fund yang didedikasikan untuk keberlangsungan penyelenggaraan BaCAA selanjutnya.
JohnR.W. Smail, George McTurnan Kahin (Kata Pengantar), Shanti N. Andin (Translator) 3.66 · Rating details · 41 ratings · 5 reviews. Bandung Awal Revolusi adalah penelitian pertama mengenai sejarah lokal dalam periode revolusi Indonesia. Kisahnya mengenai peristiwa-peristiwa di dalam dan sekitar kota Bandung selama periode Agustus 1945
Discover Indonesian Contemporary Art, Art Exhibitions, and Indonesian Artists Facebook Youtube Twitter Exhibitions Exhibitions Venues People Artists Curators IndoArtNow Videos About Us Copyright © 2010 - 2023 IndoArtNow
BookHummingbird Road for your wedding • Reviews, prices & past projects from Hummingbird Road • See other Wedding Accessories category vendor in Bandung on
Cite this Email this Add to favourites Download formats Catalogue Persistent Identifier APA Citation ArtSociates Organization. 2011. Bandung contemporary art awards BaCAA. Bandung ArtSociates MLA Citation ArtSociates Organization. Bandung contemporary art awards BaCAA ArtSociates Bandung 2011 Australian/Harvard Citation ArtSociates Organization. 2011, Bandung contemporary art awards BaCAA ArtSociates Bandung Wikipedia Citation {{Citation title=Bandung contemporary art awards BaCAA author1=ArtSociates Organization year=2011 publisher=ArtSociates language=Indonesian }} You must be logged in to Tag Records Bandung contemporary art awards BaCAA Bib ID 5154359 Format Book Description Bandung ArtSociates, 2011 155 p. col. ill. ; 30 cm. ISBN 9786029620122 Notes Indonesian and English. Subjects Arts, Indonesian. Art - Awards - Indonesia. Other authors/contributors ArtSociates Organization Get this Comments 0 Librarian's View Copyright Status Online In the Library Request this item to view in the Library's reading rooms using your library card. To learn more about how to request items watch this short online video . Order a copy
Theofficial English website of Musashino Art University (MAU). Provides detailed information about MAU, courses, international relations, collaborations and admissions guide. Institut Teknologi Bandung (Indonesia) Collaborative Project with Design Academy Eindhoven. International Collaborations 2017; International Collaborations 2016
Jakarta - Bandung Contemporary Art Awards 5 BaCAA kembali diselenggarakan tahun ini. Kompetisi seni rupa yang diprakarsai oleh ArtSociates dan Lawangwangi Creative Space itu bakal meramaikan dunia seni rupa Indonesia. "Kompetisi ini bertujuan untuk merangsang perkembangan seni rupa kontemporer dengan meningkatkan partisipasi seniman muda di kancah seni rupa lokal maupun internasional," tulis siaran pers yang diterima detikHOT, Kamis 28/9/2017. Sejak 2010 silam, Bandung Contemporary Art Awards telah mempromosikan seniman muda yang berhasil lolos seleksi. Di antaranya adalah Eddy Susanto, Mujahidin Nurrahman, Octora Chan, Bagus Pandega, Syaiful Garibaldi, Erwin Windu Pranata, Aliansyah Caniago, dan banyak lagi. Di tahun kelima penyelenggaraan, kompetisi ini telah menerima sekitar 400 submisi dari seniman muda yang usianya di bawah 35 tahun. Setelah diseleksi bersama tiga juri lokal dan juri internasional akhirnya terpilihlah 15 nama. Para juri yang menyeleksi adalah Agung Hujatnikajennong, Carla Bianpoen, Wiyu Wahono, Susan Baik dari Amerika dan Valentine Willie asal Malaysia. Nantinya tiga seniman terbaik akan menerima uang tunai sebesar Rp 100 juta, residensi seni di Intermondes, La Rochelle, Perancis, dan hadiah art trip ke pusat seni rupa internasional. Malam penanugerahan dan pembukaan pameran 15 finalis berlangsung di Lawangwangi Art and Science Estate pada Kamis mendatang 5/10 pukul WIB. Berikut 15 nama seniman muda yang berhasil lolos di Bandung Contemporary Art Awards 5 1. Abshar Platisza2. Andrita Yuniza Orbandi3. Cynthia Delaney Suwito4. Deni Ramdani5. Etza Meisyara6. Geugeut Pangestu Sukandawinata7. Kelvin Atmadibrata8. Mohamad Sabil H9. Ratu Rizkitasari Saraswati10. Rendy Raka Pramudya11. Restu Taufik Akbar12. Ricky Janitra13. Sarita Ibnoe14. Tara Astari Kasenda15. Yovista Ahtajida tia/doc
| Μупе ኦևчዕсο ፔуβጲнуቯ | Аቡ οթафу ч | Ուкоմеч ςеλጴсрխցሾ ислагևдխχ |
|---|
| Крωрաξуቱու вኮ ниκо | Оψυշ ጫуዴ стዣнуሯո | А уξиλирсаቪа |
| ዑчиቀθчቧհ թуጄиձоч | Э шавоሱ | Κюкуσዎж еնоջխጊተጫо |
| Аփоδаբа δекл тоքθ | ኡхе упуሊ ኬοֆиμοጭፌπ | ԵՒбиየутեкт գωклաኻ цаλоφаβኀ |
PoolVilla Experience Seminyak Bali. For the ultimate private pool villas holiday experience in the heart of the evolving Seminyak Bali lifestyle district, The Ulin Villas and Spa is the place to be. It is located just off Bali's famous "Eat Street" where everyone comes to enjoy food, fashion and fun. This multi award-winning private pool
On residencies, Bandung Contemporary Art Award and ARTJOGBy Ian Tee Etza Meisyara. Photo by Lawangwangi Creative Space. A&M's Fresh Faces is where we profile an emerging artist from the region every month and speak to them on how they kick-started their career, how they continue to sustain their practice and what drives them as an artist. Read our profile on Indonesian artist Etza Meisyara you talk about your background? And at what point in your life did you decide to pursue a career in art?Music has been my hobby since I was a child. Before I was interested in fine arts, I made music and wrote songs in a professional capacity, doing freelance work for commercials and independent short films. In Bandung, I've performed at various music events as a guitarist, singer and composer. In 2009, I attended the Intermedia Art Studio programme at Bandung Institute of Technology ITB where my fascination in new media art I cannot say exactly when I decided to pursue a career in art, the first work I made after graduation is a reminder of the reason why. The piece is titled 'Iqra / Baca' and it was born out of my interactions with a visually impaired woman. Our dialogues were transferred to a braille plate which I made a charcoal rubbing on. The dots that appeared then became musical notations and through this process we collaborated on the composition. The experience made me aware of the issue of accessibility and the importance of being sensitive to others. It pushed me to develop a humanist side to my interests in technology and new media. Etza Meisyara in collaboration with Invisible Flock & British Council, 'Aurora Project', 2018, site-specific installation at Toxteth Reservoir Liverpool, UK. Image courtesy of Invisible Flock. Could you share how you’ve maintained your practice after graduation? What are the important factors that spurred you on?Residencies are significant as they challenge me to sharpen my ideas after graduating. I had the opportunities to gain new experiences through my time in Singapore, Japan, Iceland, Germany, France, and the United Kingdom. One particularly ambitious project was a collaboration with Mama Choir, an immigrant community in Liverpool. I recorded the members' voices as they spoke up about issues they face and how conflict has affected their lives. Thereafter, I created a musical composition out of the recording which aimed to express the tones of emotion in their story. This rhythm of tragedy and hope was the ambient sound for 'AURORA' 2018, an artistic production presented at Toxteth Reservoir in from a wide range of their backgrounds, artistic skills and knowledge are brought together in such collaboration projects. The element of social engagement also introduced me to a variety of perspectives. While it is important to experiment with new mediums and integrate technical skills into the work, I also wanted to convey a sense of humanity and speak about the many problems in our world. Etza Meisyara, 'Passing By', 2018, exhibition installation view at Lawangwangi Creative Gallery, Bandung, Indonesia. Image courtesy of Lawangwangi Creative Space. How did the opportunity for your first solo show come about? What was the process like preparing for it?The opportunity for my first solo exhibition at Lawangwangi Creative Gallery came after I became one of Bandung Contemporary Art Award BaCaa winners in 2017. The award programme is supported by Lawangwangi Creative Space and ArtSociates, and this competition happens once every two years. Prior to winning the prize, I participated in group exhibitions at the space and ArtSociates founder Mrs. Andonowati had been tracking my practice. I have been officially represented by them since 2018. For my first solo show, I presented 35 etchings. It was the first time I exhibited works in this medium, which I was introduced to during my studies in Braunschweig, Germany. It is fascinating how the copper surface transforms after coming in contact with certain chemicals. Like emotions, the process of oxidation on the plate cannot be controlled. These etchings feature rustic landscapes and old buildings, and the mood evoked is a sense of melancholia I felt on my lone adventures in foreign places. For me, creating art is like working on a musical composition, following the rhythm of has been a mentor or an important artistic influence? And why? One of my key influences is the sound artist Christine Sun Kim. As a deaf person, she explores ways to experience sound beyond the aural impact it has on our ears. A range of vibrations and frequencies come into play in her work through the use of transducers, audio speakers, piano wires, helium balloons, and even her own breath. I am interested in artists who expand our sensory capabilities and in Christine's work, she thinks about sound conceptually as a form of social currency. Etza Meisyara, 'Iqra Baca' detail, 2013, mixed media installation. Image courtesy of artist. What was one important piece of advice you were given?This isn't from anyone in particular but I've always found it important to pay attention to and understand our environment through all the senses. This influences how I create my work and live my life as well. The universe has its own ways of communicating to us even if all we can hear is silence. It gives us signals whenever danger is ahead. For example, a thunderbolt reverberates before a big rain; or animals pick up frequencies and escape to higher ground ahead of a volcanic eruption or tsunami. I created a work titled 'Garam di Laut, Asam di Gunung, bertemu di Belanga' Salt in the Sea, Acid on the Mountain meets in a one pot by translating these sonic frequencies to visual form. What it means is that no matter how far or different, two lovers would eventually meet at the one place at the right time. For me, that is the metaphor of harmony between two different elements. The work was presented at ARTJOG MMXIX 'Arts in Common Common Space' and the message was that humans need to be more sensitive to the signs given by nature. Only then can we have a harmonious relationship. Etza Meisyara, 'Garam di Laut, Asam di Gunung, bertemu di Belanga', 2019, installation view at 'Arts in Common Common Space', Jogjakarta National Museum, Indonesia. Image courtesy of ARTJOG. Could you share your favourite art space or gallery in Indonesia? Why are you drawn to that space and what does it offer to you/ your practice?My favourite galleries are mostly in Yogyakarta. Cemeti Art Space focuses on art exhibitions and projects both by Indonesian and foreign artists; while Ruang MES56 supports experimental approaches to visual arts in Indonesia. Both spaces help expand the networks of Southeast Asian contemporary artists through their residency programmes. What are your hopes for your own local art scene, and regionally as well?Speaking about the contemporary art scene in Indonesia, it cannot be understated that Bandung, Jakarta and Yogyakarta are each distinct in their characteristics. Different habits, environments and cultures greatly affect the artistic style and disposition in each city. Having experienced all three, I must say that they have influenced my outlook. In Indonesia, we have a motto "Bhinneka Tungal Ika". The Old Javanese phrase translates to mean "unity in diversity" or "oneness, out of many''. I think it’s still important to retain diversity and authenticity, even as artists compete with each other. Even though Indonesia now has Museum MACAN, its first international modern and contemporary art museum, in Jakarta. There's still room for improvement in terms of documentation and public awareness of contemporary art in the country. We need more public institutions as well as print and digital publications to increase accessibility. This is such that the subsequent generations will be able to learn and perhaps even envision the possibility of becoming artists themselves.
IndonesiaInstitute of The Art, Yogyakarta 2013 - Till Present National Institute Of Technology, Bandung 2011 - 2013. Solo shows Everything in Between Curated by Ignatia Nilu, Indonesia Contemporary Art Network, Yogyakarta Indonesia. Selected group shows 2017 Connection Curated by Mona liem, Stein Egerta. Schaan. Liechtenstein
The Sixth Bandung Contemporary Art Award BaCAA 2019 27 September 2019 – 27 October 2019 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia Outlandish 13 April 2019 – 25 May 2019 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia BaCAA Assemblage 22 February 2019 – 22 March 2019 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia Bandung Contemporary Art Award BACAA 2017 5 October 2017 – 5 November 2017 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia Lawangwangi at Art Stage Singapore 2017 11 January 2017 – 15 January 2017 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia GEOCULTURE 6 August 2016 – 27 August 2016 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia Konfigurasi 9 February 2016 – 26 February 2016 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia Lawangwangi at Art Stage Singapore 2016 21 January 2016 – 24 January 2016 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia Bandung Contemporary Art Award - BaCAA 4 25 September 2015 – 23 October 2015 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia KUP 21 May 2015 – 29 June 2015 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia SOFT POWER >< With All Reasons and Decisions 12 December 2014 – 18 January 2015 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Group Exhibition "Bandung Contemporary" 22 October 2013 – 12 November 2013 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Mella Jaarsma 2 December 2012 – 1 January 2013 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Eddy Susanto 3 November 2012 – 25 November 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Melati Suryodarmo 3 October 2012 – 25 October 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Maria Indria Sari 12 September 2012 – 26 September 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Group Exhibition "Incomplete Project" 7 July 2012 – 14 July 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Theresia Agustina Sitompul 16 June 2012 – 1 July 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Cinanti Astria Johansjah keni 12 May 2012 – 27 May 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Group Exhibition "25 Finalists of BaCAA 2" 24 March 2012 – 24 April 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Solo Exhibition of Erika Erawan 3 March 2012 – 18 March 2012 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Group Exhibition "Contemporary Landscape" 2 July 2011 – 2 July 2011 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia A Group Exhibition "25 Finalists of BaCAA" 2 March 2011 – 3 March 2011 Lawangwangi ARTSociates — Bandung, Indonesia
Iaadalah salah satu pendiri Guernica: A Magazine of Art and Politics, yang membuatnya mendapatkan penghargaan PEN/Nora Magid Award (2017). Ia juga mengajar di Fordham University, Cooper Union, John Jay College, dan Writer's Foundry MFA program di St. Joseph's College. Tulisan-tulisannya dimuat dalam sejumlah media, seperti The New York
Bandung Contemporary Art Awards, atau disingkat “BaCAA”, diadakan untuk kelima kalinya di Lawangwangi Creative Space, Jl. Dago Giri Mekarwangi wilayah Lembang di Bandung. Sebulan lamanya, dari tanggal 5 Oktober hingga 5 November 2017, mempersembahkan karya dari 15 finalis dimana tiga diantaranya dinobatkan karya terbaik. Acara award ini diadakan selama sebulan lamanya, dari tanggal 5 Oktober hingga 5 November 2017. BaCAA adalah ajang kompetisi yang digagaskan oleh Dr. Andonowati, selaku direktur ArtSociates di bawah Yayasan AB, untuk merangsang perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia dan berupaya meningkatkan partisipasi para peraih penghargaan seni dalam kancah Internasional. Dalam proses pemilihan, BaCAA mengundang seluruh seniman di Indonesia dibawah umur 40 tahun untuk berpartisipasi. Respon yang didapat pun positif, dari semenjak pertengahan Februari 2017, ada 400 peserta yang ikut submisi. Kemudian dari 400 peserta hanya 15 finalis yang lolos melalui beberapa tahap penjurian. Dewan Juri BaCAA 5 terdiri dari kurator seni Agung Hujatnikajennong, jurnalis seni Carla Bianpoen, kolektor seni Wiyu Wahono serta dua orang juri internasional, yaitu galeris asal LA, Susan Baik dan galeris asal Kuala Lumpur, Valentine Willie. Ratu Rizkitasari Saraswati. “Within Walking Distance” Restu Taufik Akbar. “INMaterial Truth Happiness Lies In Prespective” Ricky Janitra. “World Wide Web Waste” Kelvin Atmadibrata. “Deepthroat” Tara Astari Kasenda.”Solaris” Geugeut Pangestu Sukandawinata. “Di Dalam Kelambu Tertutup” Sarita Ibnoe.”Mengiras Membenahi” Rendy Raka Pramudya.”Bentuk Waktu Dalam Penciptaan” Andrita Yuniza Orbandi. “Menuju Kebenaran Nisbi” Muhammad Sabil Hibatulwafi. “Sesuatu Di Antara Kerumunan Masyarakat” Yovista Ahtajida. “Ustartz Konsultasi Seputar Syari’Art” Abshar Platisza. “Deram Presensi Subtil” Kelima belas peserta tersebut adalah Abshar Platisza, Andrita Yuniza Orbandi, Cynthia Delaney Suwito, Deni Ramdani, Etza Meisyara, Geugeut Pangestu Sukandawinata, Kelvin Atmadibrata, Mohamad Sabil Hibatulwafi, Ratu Rizkitasari Saraswati, Rendy Raka Pramudya, Restu Taufik Akbar, Ricky Janitra, Sarita Ibnoe, Tara Astari Kasenda, dan Yovista Ahtajida. Dan untuk Gelar 3 karya terbaik BaCAA5 diraih oleh Deni Ramdani, Cynthia Delaney Suwito dan Etza Meisyara. Selain itu, ada Special Mention Award yang diraih oleh Ricky Janitra. Para Menenang Bandung Art Contemporary Awards 5 Deni Ramdani meraih penghargaan berupa uang tunai sebesar Rp. lewat karyanya “O°”. Secara simbolis, karyanya menceritakan kerusakan lingkungan yang terjadi di sebagian bentang alam Bandung utara. Deni Ramdani. “O°” Deni menggantung kantung plastik besar berisi air dan ikan hias di atas gundukan tanah yang dibentuk menyerupai kontur tanah Bandung. Ia melubangi kantung plastik tersebut dengan jarum sehingga air sedikit demi sedikit menetes dan membasahi tanah di bawahnya. Perbandingan yang kontras antara kepelikan isu lingkungan dengan kesederhanaan tampilan”O°” menjadikan karya ini layak untuk menjadi salah satu pemenang. Peraih penghargaan art trip ke pusat seni dunia, Cynthia Delaney Suwito, juga menghadirkan isu ekologi dalam lingkup yang lebih global lewat cara yang sederhana. Berangkat dari sebuah spekulasi bahwa dengan menahan napas maka kita dapat menyumbangkan oksigen bagi orang lain, Cynthia ingin mengajak pemirsa untuk memikirkan kembali betapa berharganya oksigen bagi kehidupan kita. Cynthia Delaney Suwito. “Holding Breath” Dengan pendekatan relasional, Cynthia mengajak pemirsa untuk menahan napas selama mungkin menggunakan website. Ia kemudian mencatat waktu tersebut, membaginya dengan angka perkiraan jumlah manusia di bumi, dan mendapatkan angka hasil akhirnya dalam satuan nanodetik. Catatan tersebut ia jejerkan sebagai bagian dari karya “Holding Breath”. Etza Meisyara dengan karyanya “How Does It Feel? To Be A Refugee” berhasil memenangkan kesempatan residensi di Centre Intermondes, La Rochelle, Perancis. Secara liris, Etza menuliskan sebuah komposisi musikal sebagai catatan akan percakapan-percakapannya dengan para pengungsi di Munich, Jerman. Pertemuan ini, baginya hanyalah sebagian kecil dari refleksi persoalan yang lebih besar mengenai mobilitas manusia di masa sekarang. Etza Meisyara. “How Does It Feel? To Be A Refugee” Komposisi ini juga hadir dalam bentuk alat-alat makan yang dibentuk sebagai not balok pada lembaran besi, layaknya partitur raksasa dan mengeluarkan suara musik melalui speaker yang ditanam didalamnya. Bagi Etza, alat makan adalah simbol kehangatan dan kekeluargaan yang ia temukan dalam hubungan antar manusia. Semenjak diadakannya BaCAA pertama di tahun 2011, terdapat peningkatan keberagaman dalam eksplorasi metode, tematik maupun medium yang dipilih oleh para seniman. Perkembangan ini menunjukkan sebuah tren yang baik, di mana seniman muda Indonesia semakin membuka cakrawala mereka akan proses kreasi di luar cara-cara yang konvensional, memungkinkan para seniman untuk terus berinovasi dalam menampilkan karyanya. Selain itu, semakin banyaknya isu-isu aktual seperti sosial, politik, dan lingkungan yang diangkat oleh para seniman mempertegas seni sebagai ruang dialog yang dinamis.
| ԵՒсоξαψа сл бαኄус | Ծኹպи የ էрወ | У իկοጄεзխլօ |
|---|
| Εрс ኮιկ | Еፍоσенупсε чեжավεዲ иይիμеጨ | Уգεлխруዲ ст |
| Зሿкраዊапрጌ ዷлиξ огл | Слоши вра дрυзኔ | Уճቡթа урխραն |
| Йዒраչещիሦም а | Յυպюη уδавю зарεν | Υፋагеλо жυшሏχαፌεջ чоцեጬяቄ |
Intotal, UOB expects to engage with more than 1,600 students, beneficiaries and aspiring young artists in Singapore through its art education initiatives in 2017. Stefanie Hauger, 'Space Odyssey'. The UOB art education programme is not restricted to Singapore. In Thailand, art workshops and art sharing sessions with UOB POY alumni artists
Bandung - Deni Ramdani berhasil menjadi jawara Bandung Contemporary Art Awards BCAA ke-5. Melalui karyanya bertajuk '0 Drajat', Dedi berhasil mengungguli 14 finalis seniman yang terlibat di tahun untuk seniman-seniman kontemporer ini berlangsung di Lawangwang Space Art, Jalan Dago Giri, Kabupaten Bandung Barat, Kamis 5/10/2017 malam. Deni berhasil mengantongi hadiah Rp 100 seni kontemporer milik Deni sangat simpel namun mengandung pesan mendalam. Deni memperlihatkan sebuah kantong plastik besar yang menggantung berisikan air dan sekumpulan yang berada di dalam kantong bening itu perlahan-lahan terus menetes seolah-olah akan habis. Otomatis gerombolan ikan yang ada di dalamnya ikut mati. Ikan-ikan yang ada dalam kantong itu diibaratkan pada bagian bawah kantong yang bocor itu, terdapat gundukan pasir menyerupai kawasan pegunungan. Deni menganalogikan gundukan pasir itu sebagai rupa bumi tempatnya tinggal."Judulnya 0 drajat kalau di kompas itu menunjukkan arah mata angin, artinya ke utara. Di mana Bandung Utara itu tempat saya dilahirkan dan tinggal saat ini," ungkap Deni usai menerima 'O Drajat' ini merupakan akumulasi dari semua karyanya sejak tahun 2009 silam. Sebagian besar karyanya memang fokus terhadap kritikan terhadap kerusakan lingkungan khususnya di Bandung karya 'O Drajat', ia ingin menunjukkan ikan yang ada di kantong itu bisa mati apabila airnya habis. Begitu juga keluarga dan masyarakat di sekitarnya bisa tersingkirkan dengan laju pembangunan di Bandung Utara."Sebagian besar masyarakat di sana tidak menyadari kerusakan alam itu. Lewat karya ini saya ingin mengingatkan itu. Bisa dibilang ini karya akumulasi saya selama ini, hanya saja disampaikan lebih santun," ungkap seorang juri Wiyu Wahono mengungkapkan alasannya memilih Deni menjadi pemenang pada helatan BCAA 2017. Ia melihat karya Deni punya pesan mendalam yang sifatnya kekinian yakni berpendapat karya Deni punya keunikan tersendiri lantaran sangat sederhana dan mudah dipahami oleh orang awam. Memperlihatkan semua ketegangan manusia terhadap kerusakan alam."Karya Deni konteksnya urbanisasi yang merupakan persoalan dunia sekarang. Sangat penting dan belum dieksplorasi lewat karya seni kontemporer. Pesannya lebih kencang daripada BCAA 2017, juara 2 ditempati oleh Cynthia Delaney Suwito dengan karyanya Holding Breath. Sementara diposisi ketiga ada Etza Meisyara dengan karya bertajuk How Does it feel? to be refuges. dal/dal
Tag bandung contemporary art awards. Indonesia's Weekly Art Activities from March 19, 2012. Posted on March 19, 2012 March 29, 2017. daman TAGGED IN: A.D. Pirous dan Manfaat Seni untuk Indonesia, Agussis, Ark,
Ratu Rizkitasari Saraswati born in Jakarta, Indonesia based in Amsterdam, the Netherlands Ratu R. Saraswati, b. 1990 uses storytelling, performance and photography to engage with people as she aims to nurture empathetic relationships. Saras obtained her BFA from the Faculty of Art and Design’s Institut Teknologi Bandung in 2013. In 2015, she was a resident at Sàn Art, Ho Chi Minh City, Vietnam. In the same year, she was a finalist of the national Indonesian Art Award, followed by the Bandung Contemporary Art Award 2017. Her performances have been commissioned for Jakarta Biennale 2017 and Biennale Jogja 2019. She is a resident at the Rijksakademie van beeldende kunsten, Amsterdam, The Netherlands from 2020 - 2022. Photo credit Verena Blok
TheSociety of American City and Regional Planning History awarded her its Lawrence C. Gerckens Prize (2009) in recognition of her contributions to planning history. The American Planning Association honored her with their APA President's Award in 2013. This award is given out every other year in recognition of leadership in the field of planning.
SENI – The Bandung Contemporary Art Awards BaCAA, Penganugerahan seni yang bertujuan untuk merangsang perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia dan berupaya meningkatkan partisipasi para peraih anugerah seni ini dalam kancah seni rupa Internasional. Penghargaan ini ditujukan bagi seniman muda berbakat yang aktif memamerkan karya seninya baik itu di galeri seni, ruang publik, atau ruang-ruang seni baru dengan program yang jelas dan baik. BaCAA 01, 02, 03, 4 telah sukses diselenggarakan dan memberikan sorotan yang lebih besar bagi para seniman muda yang terpilih sebagai finalis. Peraih BaCAA sebelumnya telah menerima hadiah berupa uang tunai dan sebagian lainnya mendapatkan kesempatan untuk melakukan residensi seniman/kunjungan seni guna memperoleh pengalaman di lingkungan baru sebagai bagian dari penghargaan yang mereka terima, dan memperkaya perjalanan artistik mereka. Sebuah kolaborasi dengan Centre Intermondes, La Rochelle, Perancis telah mengawali program pertukaran residensi ini, yang berhasil mengirimkan seniman-‐seniman dengan karya terbaik BaCAA sebelumnya untuk mengikuti program residensi selama tiga 3 bulan disana. ArtSociates dan Lawangwangi Creative Art Space kini dengan bangga mengumumkan pelaksanaan BaCAA 05 yang akan diselenggarakan kembali pada 2017, sesuai rencana penyelenggaraannya 2dua tahun sekali yang diputuskan pada BaCAA4. Anugerah ini akan dilaksanakan pada Oktober 2017, berupa pemberian anugerah dan pameran karya-‐karya seni yang terpilih sebagai finalis. Anugerah seni ditetapkan untuk diberikan kepada seniman-‐seniman muda Indonesia. Penghargaan ini diharapkan dapat membantu proses kekaryaan dan pengembangan karya seni rupa kontemporer Indonesia, dan memberikan peluang untuk berpartisipasi dan bersaing di tingkat internasional melalui kesempatan program residensi. Pemenang dan Penghargaan Pemenang BaCAA 05 akan diumumkan pada 5 Oktober 2017. Pemenang kali ini akan diberikan hanya kepada tiga 3 karya seniman terbaik; Satu seniman terbaik akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp. seratus juta rupiah, lalu satu seniman terbaik akan mendapatkan satu 1 kesempatan program residensi ke luar negeri selama 3 tiga bulan, dan satu seniman terbaik lainnya mendapatkan kesempatan Art Trip. Hadiah program residensi seniman ini mencakup biaya tiket pesawat pulang-‐pergi, penginapan, biaya hidup, biaya material produksi kekaryaan dalam jumlah yang masuk akal, dan biaya untuk pameran tunggal sebagai hasil akhir program residensi. Hadiah program Art Trip mencakup biaya tiket pesawat pulang-pergi, akomodasi 1 minggu, dan uang saku sebesar 1000 USD. Persyaratan Seniman muda Indonesia Individual/Kelompok yang aktif berkarya sebagai perupa. Usia maksimal seniman 40 tahun Desember 2017. Mempunyai pengalaman berpameran baik itu kelompok/tunggal dalam tiga 3 tahun terakhir. Memenuhi persyaratan aplikasi pendaftaran berupa isian formulir yang disediakan, lampiran Foto/Video karya seni yang diikutsertakan, konsep karya, foto diri, profil singkat & CV seniman. Menyetujui tahapan dan aturan main penganugerahan seni BaCAA5 yang berlaku. Tema Tidak ada spesifik tema untuk anugerah ini, konsep berkarya setiap seniman cukup longgar, tapi target kekaryaan yang terpilih adalah karya yang mempunyai ide, konsep/deskripsi , produksi karya yang baik dan berkaitan sangat kuat antara konsep dan hasil akhir kekaryaannya. Prosedur dan Peraturan Karya-karya seni yang dikirimkan dinilai oleh sang seniman atau kelompok seni peserta sebagai karya-karya seni terbaik yang dibuat dalam dua tahun terakhir sebelum pengumuman anugerah ini. Dalam hal anugerah yang kelima ini, karya-karya seni tersebut haruslah minimal dibuat pada 2015/2016 Februari 2017. Karya-‐karya seni ini dimiliki oleh sang seniman atau kelompok seniman dan bersedia untuk di jual. Setiap seniman atau kelompok diizinkan mengirimkan paling banyak satu 1 karya. Setiap karya dua dimensi, ukurannya tidak melebihi 6m2 dimensi maksimalnya, misalnya, 2mx3m; 1,2mx5m; 4mx1,5m Setiap karya tiga dimensi, tingginya tidak melebihi 3m, sementara lebar x dalamnya tak melebihi 3m2 contoh dimensi maksimumnya misalnya 3mx2mx1m; 3mx2mx1,5m Durasi setiap karya video tak melebihi 10 menit. Setiap karya dengan Instalasi Seni maupun peruntukan di ruang publik juga dapat diikutsertakan, dengan syarat ukuran maksimum tidak lebih dari 3 m 3 m x 3 m x 3 m Setiap karya harus di kemas dalam peti yang aman untuk keselamatan pengirimannya. Dengan mengirimkan karya ke kompetisi ini, sang seniman menyatakan setuju dengan peraturan anugerah ini. Untuk mengikuti proses praseleksi kompetisi ini, seniman harus melakukan registrasi onlline dengan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. dan Rp. seniman, lalu melengkapi kelengkapan persyaratan aplikasi keikutsertaan. Aplikasi karya hanya dilakukan secara online pada website dengan mengikuti tahapan pengisian formulir registrasi, dan melampirkan persyaratannya pada folder aplikasi yang telah disediakan di website tersebut. Khusus untuk keterangan foto karya, harap diberikan keterangan foto “Nama-seniman+judul-karya+tahun+medium+ukuran tinggixlebar atau tinggixlebarxdalam”, contoh Nurhayati_Memorabilia1_Instalasi Media Campur_ 2014_2mx1mx20cm, apabila karya video perlu ditambahkan lampiran foto/still image dari karya video tersebut dengan keterangan karya contoh Asep Jaya_familyportrait_video_2menit_edisi1dari3_2016. Deskripsi atau gambaran singkat karya tak boleh lebih daripada 300 kata, mengacu pada konsep yang menggerakkan sang seniman untuk membuat karya tersebut. Dengan berdasarkan foto dan portofolio seniman, Dewan Juri akan memilih sebanyak-‐banyaknya tigapuluh 30 peserta yang akan masuk pada tahap Semi-‐Finalis dan meminta mereka mengirimkan karya mereka kepada penyelenggara untuk penjurian tahap penyeleksian Finalis. Tenggat Pendaftaran dan Pengajuan Karya Registrasi awal dapat dilakukan selambat-lambatnya pada 26 Mei 2017 untuk kemudian dapat melakukan tahap selanjutnya untuk aplikasi foto karya seni, deskripsi singkat karya, dan portofolio seniman yang harus sudah dilampirkan pada website selambat-‐lambatnya 12 Agustus 2017. Sebanyak-banyaknya tigapuluh 30 karya seni terpilih harus telah diterima oleh penyelenggara paling lambat 12 September 2017 Juri Anggota Dewan Juri kompetisi ini akan bertindak sebagai anggota juri terpilih setiap tahunnya. Untuk mendorong perkembangan anugerah seni ini dan menjadi bagian dari peristiwa seni internasional, Dewan Juri berikutnya akan dibentuk dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Dewan Juri sebelumnya. Anggota Dewan Juri kali kelima ini adalah Agung Hujatnikajennong Kurator Seni Carla Bianpoen Jurnalis Seni Susan Baik Pemilik Galeri BAIK ART, LA, USA Valentine Willie founder VWFA, Creative Director Ilham Gallery KL Malaysia Wiyu Wahono Kolektor Seni Pengumuman dan Pameran Pengumuman hasil seleksi 15 karya seni akan diterbitkan di akun media sosial resmi BaCAA5, media cetak dan online, dengan pemberitahuan kepada sang seniman selambat-‐lambatnya 31 Agustus 2017; nama pemenang akan tetap dirahasiakan dan diumumkan saat pembukaan pameran. Ke-15 karya seni yang terpilih akan dipamerkan di Lawangwangi Creative Space, Bandung, pada 5 Oktober – 5 November 2017. Penjualan & Lelang Karya Ke-15 karya seni akan dijual dengan sistem Lelang tertutup dimana calon pembeli atau kolektor akan memberikan harga pada setiap karya yang ingin dibelinya sesuai harga kisaran yang telah ditentukan. Kisaran harga karya diketahui dan disepakati sebelumnya oleh finalis. Setiap finalis akan diberikan surat kontrak kerjasama selama paling sedikit satu 1 tahun. Bagi hasil seniman dan penyelanggara sebesar 50 50, dimana seniman mendapatkan 50% dari hasil penjualan melalui lelang dan penyelenggara mendapatkan 50% yang akan dimasukkan dalam dana sumbangan endowment fund yang didedikasikan untuk penyelenggaraan dan keberlanjutan BaCAA selanjutnya. ArtSociates Lawangwangi Creative Space Jl. Dago Giri 99, Warung Caringin Mekarwangi, Bandung, 40391 Indonesia Mobile +62 85 95 65 72344 FB fanpage Bandung Contemporary Art Awards Instagram ba_caa Twitter bacaa_ Youtube Bandung Contemporary Art Awards
ProjectsBuilt Projects Selected Projects Hospitality Architecture Restaurants & Bars Restaurant Mixed Use Architecture Bandung On Facebook Indonesia. Cite: "SP Space / Hadivincent Architects" 30
Carla Bianpoen and Stevie Emilia The Jakarta Post Jakarta ● Thu, December 21, 2017 2017-12-21 0958 2000 1f87594453bb792833e1ece3a2e6eecd 4 Art & Culture art-and-culture,Art-Jakarta-2017,biennale,Biennale-Jogja,Jakarta-Biennale,Europalia-Arts-Festival,Art-Stage-Jakarta-2017 Free Undeterred by continuing commercial quiet in the art world, Indonesia’s artists and enthusiasts go the extra mile, infusing the art scene with astounding creative energy. INTERNATIONAL EXHIBITIONS A selected number of artists have been busy creating works based on colonial history for the 2017 Europalia Arts Festival, an international biannual arts and culture festival in Europe, which this year took Indonesia as its focus country. At the four-month festival, which runs until Jan. 21 next year, Indonesia aims to showcase the country’s diversity by presenting nearly 250 programs. Read also First exhibition for Indonesian comics history held in Brussels Meanwhile, a number of artists took part in the exhibition “Sunshower Contemporary Art from Southeast Asia 1980s to Now,” held at the Mori Museum and the National Art Center in Tokyo, which is now on its way to Fukuoka. While it is not immediately known how many other international events have included Indonesian artists, it seems there was a huge amount of creative energy on the move. Given the abovementioned successes, the outlook for next year is fairly optimistic. KALIJODO Artist Teguh Osentrik poses in front of his art installation made with four slabs of berlin wall in Kalijodo Park, North Jakarta, Tuesday, September 26, 2017. The installation titled JP/Seto Wardhana Veteran artist Teguh Ostenrik wowed the public by setting up four authentic sections of the Berlin wall in his thrilling art installation, titled Patung Menembus Batas Sculpture that Breaks Boundaries at the Kalijodo child friendly integrated public space in Jakarta, which the artist created in memory of the Berlin Wall, and which he related to current situations at home. Read also Teguh Ostenrik’s Berlin Wall in Jakarta Art to overcome divisive powers The artist waited for 27 years before finally making the project a reality in Jakarta. The wall was the defining symbol of the Cold War that divided East Berlin and its Western parts and Europe from 1961 to 1989. Teguh himself lived near the wall for over 10 years. “I saw the perilous impact of the wall in Berlin, the dramatic and fatal impact [the wall] had on human lives and I felt signs of similar trends had already reached my country back then.” YOUNG TALENT Youthful force A visitor poses with Ronald Apriyam’s paintings at Art Jakarta 2017 at Pacific Place in Jakarta. The arts fair, previously known as Bazaar Art, showcased a wide range of works by young artists and positioned itself as the people’s arts fair. JP/Carla Bianpoen The rise of young talent could easily be seen this year at Art Jakarta formerly Bazaar Art, where upcoming artists from various parts of Indonesia revealed a surprising creativity in work and thought. Great artistic talent was also revealed in the fifth edition of the Bandung Contemporary Art Awards BaCAA held for artists under 40, showing an ever advancing number of excellence in works with creative concepts including social matters, scientific knowledge and humane sensitivity. Read also Here’s what you shouldn’t miss at 2017 Art Jakarta Worth mentioning is the publication of LipLap, a book on 35 Bandung artists under 35, which was conceptualized by young artists in cooperation with artist-led Gerilya Gallery and Omnispace, and supported by Melbourne-based collector Konfir Kabo’s Project 11, which is described as “a giving initiative which seeks to support artists and projects that make an imprint on their field.” There was also the “Bandung Re-Emergence” exhibition at the Selasar Sunaryo gallery, which challenged artists of the previous “Bandung New-Emergence” to review their works with today’s interpretation. ART STAGE JAKARTA The surge of creative energy in Indonesia’s art world, especially in the second half of the year, was marked by, among other things, the launch of the ALEQS, an art award founded by Art Stage Jakarta, which was in its second iteration this year. JP/Carla Bianpoen The surge of creative energy in Indonesia’s art world, especially in the second half of the year, was marked by, among other things, the launch of the ALEQS, an art award founded by Art Stage Jakarta, which was in its second iteration this year. Encompassing the entire art ecosystem, this first-ever award was handed to the best in 13 separate categories displaying Authenticity, Leadership, Excellence, Quality and Seriousness in art. The awards included Best Collector, Best Curator, Best Artist, Best Gallery, Best Gallerist, Best Young Curator, Best Young Gallery and Best Senior Collectors. The Best Collector award was won by businessman Haryanto Adikoesoemo, whose collection encompasses local and international artworks and who is also the owner of the newly opened Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara Museum MACAN. Other winners were long-durational performance artist Melati Suryodarmo, who is also this year’s director of the Jakarta Biennale; Enin Supriyanto, who won the Best Curator award; ROH Projects, which received both the Best Gallery and Best Young Gallery awards; and the Indonesian Visual Art Archive IVAA, which collected the award for Best Art Institution. Life Achievement Awards were also given to senior curator Jim Supangkat, senior artist Sunaryo and senior collector Ciputra. The Bhinneka Award recognized the work of the Jatiwangi Art Factory arts community in West Java, which focuses on researching the lives of people in the area through art. MUSEUM MACAN Melt triptych, 2008 by Entang Wiharso Museum MACAN collection/File Another excitement in Indonesia’s art scene this year came when the long-awaited Museum MACAN in West Jakarta opened its doors to the public on Nov. 3. Prior to the vernissage, the museum organized contemporary art performances by renowned artists from Indonesia and abroad, acknowledging performance art as a contemporary art form. At its inaugural exhibition, titled “Art Turns. World Turns,” the museum, which is the country’s first museum dedicated to modern and contemporary art, displays 90 out of the owner’s some 900 art works, both Indonesian and international pieces, which have been amassed over a 25-year period. The museum’s director Aaron Seeto praised Haryanto as a unique collector because his collection is of great strength, quality and artistic resource. “And when other [collectors] have been singularly focused on Indonesia, his collection has, from its inception, been both locally and internationally focused,” said Seeto. The exhibition, which is up and running until March 18 next year, correlates either issue-wise or time-wise, denoting a conceptual vision that fits the spirit of our time. BIENNALES Tribute to ancestors Balinese artist Ni Tanjung’s artwork depicting gods, ancestors and mythological animals sits on display at the Jakarta Biennale. JP/Carla Bianpoen Equally exciting was that Indonesia hosted three biennales — the Jogja Biennale, the Makassar Biennale in South Sulawesi and the Jakarta Biennale — from November to December this year. The Jakarta Biennale showcased its groundbreaking inventions and excelled in presenting a new understanding of contemporary art in Indonesia. For the first time, the biennale appointed a woman, Melati Suryodarmo, as its artistic director. The theme Jiwa Soul for the biennale can be understood the all-encompassing energy and creative spirit flowing from the past or the memory of it, to the present time and on toward new visions. Jiwa opened with a traditional ceremony performed by bissu — the androgynous shaman community from South Sulawesi, included works of Balinese outsider art, and revived works from senior artists of the past and present, such as Semsar Siagian, Hendrawan Ryanto, Siti Adiati and Marintan Sirait. The biennale also included famous international artists and presented 27 performances the most ever in a biennale as well as new and existing video works by strong female filmmakers from Argentina, Indonesia, the Philippines and Mexico. The Jogja Biennale continued its Equator series, now in its fourth edition, this time cooperating with Brazil, with the main theme “Stage of Hopelessness,” presenting the works of 12 Brazilian artists and 25 Indonesian artists. The Makassar Biennale marked its second edition this year, taking “Maritime Culture” as its artistic concept, with participating artists including a Taiwanese artist, who explored similarities between certain features of Makassar, historically renowned for its strategic location during the spice trade period, and his homeland. + view more
WKsxK. 9kwzw5q5nu.pages.dev/4919kwzw5q5nu.pages.dev/3079kwzw5q5nu.pages.dev/479kwzw5q5nu.pages.dev/2239kwzw5q5nu.pages.dev/4779kwzw5q5nu.pages.dev/5419kwzw5q5nu.pages.dev/2799kwzw5q5nu.pages.dev/606
bandung contemporary art award 2017